Entri Populer

Jumat, 29 April 2011

BEBERAPA BENDERA BAND MAHADEWA INDONESIA




Konser Big 4 di California, AS





Konser 4 band raksasa metal dunia (Metallica, Slayer, Megadeth, Anthrax) telah digelar dengan sukses di Indio, California, AS pada hari Sabtu (23/4) lalu. Lebih dari 50.000 penonton pun membanjiri venue tersebut untuk menyaksikan keempat band ini jam session memainkan nomor "Am I Evil?" secara berbarengan.

Brutalnya Pesta Rilis Album Band Besok Bubar


“Rock n roll adalah Tuhan. Dan genre-genre yang lain adalah nabi-nabinya,” begitu kata Amar Gill, vokalis dan gitaris band grunge Jakarta, Besok Bubar, di tengah-tengah penampilannya Rabu [27/4] malam di Manchester United Cafe, Sarinah, Jakarta.

Sebelumnya gitaris bertubuh jangkung itu memang sudah meminum beberapa teguk bir di atas panggung, tapi itu tampaknya belum bisa menjadi alasan untuk membuatnya mabuk.

Kata-katanya tadi adalah ucapan yang sadar. Setidaknya ia terlihat cukup sadar untuk menyebutkan satu persatu komunitas-komunitas grunge dari berbagai distrik di Jakarta, maupun luar kota, yang hadir pada peluncuran album kedua Besok Bubar dan mini album band post-grunge Semarang, Screaming School. Bahkan ia tak lupa memberikan penghormatan kepada komunitas punk, serta komunitas screamo yang menjadi fanbase Sweet As Revenge—band pembuka acara.

Ucapan Amar itu serupa dengan jargon “piss”-nya Slank, yang bertujuan untuk menumbuhkan perasaan sejajar di dada para penonton meski berasal dari golongan [dalam konteks malam itu genre musik] yang berbeda, agar tidak terjadi pertempuran tak berguna.

Meski demikian, jangan lantas membayangkan acara malam itu menjadi kekurangan tensi. Sebaliknya, brutal adalah kata yang tepat untuk mendeskripsikan apa yang terjadi di sana malam itu.

Tak perlu membayangkan tragedi Cikeusik saat mendengar kata “brutal” tadi. Tapi bayangkanlah—atau silakan tengok kembali lewat Youtube—video klip “Smells Like Teen Spirit”-nya Nirvana.

Sekumpulan anak muda kelebihan energi saling melakukan slam dance ke tubuh yang lainnya. Melakukan body surfing bahkan stage diving, tanpa peduli hari esok dan melupakan resiko mematahkan tulang. Seperti itulah apa yang terjadi di MU Cafe, bahkan sejak band pembuka, Sweet As Revenge, tampil.

Sweet As Revenge memiliki fanbase yang loyal. Sedikitnya ada dua hal yang memperlihatkan itu.

Pertama, seperti yang sempat disinggung, terlihat dari respon penonton. Nyaris sepanjang penampilan bisa terlihat penonton bergantian melakukan body surfing dan ikut menyanyi bersama vokalis Dinand. Kecuali pada lagu cover “Firework” milik Katy Perry. Penonton tampak agak canggung untuk merespon beat-beat drum yang terdengar seperti musik disko atau new wave itu.

Dan yang kedua adalah ketika terlihat Sweet As Revenge turun dari panggung. Penonton yang tadinya menyesaki area depan stage itu langsung cair dan menyebar entah kemana.

Sayangnya, mereka tidak kembali lagi ketika Screaming School sudah mulai menghentak dengan “Room to Breathe” dari mini album pertama mereka, Regresi (2009). Padahal setlist mereka malam itu terdiri dari lagu-lagu yang kebanyakan diambil dari mini album kedua mereka Schubart B Minor, yang notabene rata-rata upbeat dan tidak ada yang se-gloomy “Vanished” dari album mini pertama.

Satu-satunya lagu yang direspon dengan cukup baik oleh penonton adalah “Love Buzz” milik Robbie van Leeuwen yang direkam oleh Nirvana untuk Bleach (1989). Saat itulah penonton mulai terlihat kembali hidup lagi.

Hal ini bisa dimaklumi karena Jakarta jelas bukan—atau setidaknya belum menjadi—wilayah kekuasaan Screaming School. Namun, kini mereka telah mendapatkan pengetahuan bahwasanya bukan hanya di Semarang saja Nirvana masih menjadi sesuatu yang kultus bagi anak-anak grunge.

“Kalau di Semarang scene grungenya masih terpaku sama Nirvana. Itu yang membuat scene grunge itu sendiri stangnan dan tidak berkembang,” kata Jonet Arjuna, vokalis dan gitaris kidal Screaming School, kepada Rolling Stone usai pentas.

Sebelum Besok Bubar tampil sempat diputarkan video klip lagu “Besok Mati”, lagu dari album terbaru mereka, garapan sutradara Diego Soryandana. Video klip yang diakui oleh sang sutradara hanya memakan waktu satu hari dengan kamera Canon EOS 5D itu terlihat digarap secara baik.

Sebagai yang punya hajat, Besok Bubar tentu saja mendapatkan porsi waktu terbanyak. Sedikitnya 10 lagu dibawakan oleh Amar Gill [vokal/gitar], Egi [bass], dan Andri [drum] dengan memadukan lagu-lagu dari album pertama yang dirilis secara independen awal 2010 lalu, Cuci Otak The Album, dan album kedua yang kini dirilis oleh Paviliun Records. Termasuk single “Coklat” yang sudah bisa diunduh secara gratis lewat situs BesokBubar.com.

Tidak usah ditanya lagi bagaimana respon penonton. Aksi stage diving terus menerus berlangsung sepanjang Besok Bubar menggeber lagu-lagunya dengan gahar.

Besok Bubar juga sempat mendaulat dua personel Respito, Daff [gitaris] dan Pheps [vokalis] untuk tampil bersama. Selain membawakan lagu sendiri, Besok Bubar juga membawakan beberapa lagu band lain—di antaranya adalah “Bersama Kita Menangis” milik Slank yang jika kita cermati memang mengandung unsur grunge, “Last Kiss” milik Pearl Jam yang dibawakan secara ugal-ugalan, serta “Negative Creep” milik nabi mereka Nirvana.

Sebagai lagu penutup, Besok Bubar membawakan lagu andalan mereka dari album pertama, “Pahlawan Bertopeng”, yang memiliki satu bagian di mana para penonton bisa meneriakkan sebuah kata umpatan yang ditujukan bagi para teroris secara bersama-sama: “Anjing!”

Ringo Starr Rekam Album Solo Tentang Dirinya dan Liverpool


Jakarta - Ringo Starr membeberkan bahwa ia sedang menggarap sebuah album semi-otobiografi yang berkisah tentang dirinya dan kota Liverpool, demikian seperti dikutip dari Uncut.

Drummer yang terkenal karena kiprahnya bersama band legendaris The Beatles ini berkata bahwa ia lebih suka menulis soal hidupnya melalui musik daripada buku.

“Saya sebenarnya sedang membuat album mengenai Liverpool. Mengenai saya dan Liverpool. Saya memutuskan akan membuat mini-otobiografi, sebagai pengganti buku, saya melakukannya melalui sebuah album,” ujar Starr lagi.

Starr menambahkan, “Saya sudah ditawari banyak pihak untuk menulis otobiografi, tapi mereka hanya ingin mengetahui delapan tahun saya bersama The Beatles dan masih ada tiga volume lain sebelum saya bercerita soal itu.”

“Kini, lebih baik saya menulis cuplikan-cuplikan dari hidup saya pada sebuah lagu. Semua orang berbicara soal Cavern Club, tapi di sebuah lagu baru yang telah saya tulis, saya menyebutkan Iron Door, klab yang jauh lebih baik, klub rock yang sebenarnya,” jelas Starr.

Starr belum memberikan tanggal pasti kapan ia akan melepas lagu-lagu barunya ini ke pasaran.

U2 Janji Bakal Melanggar Tradisi Festival Glastonbury


Jakarta - U2 menjanjikan penggemarnya sebuah penampilan yang megah, layaknya bermain di sebuah stadion besar, pada festival outdoor terkemuka, Glastonbury, yang akan diadakan musim panas mendatang di Inggris.

Bassist Adam Clayton berkata kepada Q bahwa bandnya, yang tampil sebagai headliner di Pyramid Stage, akan bermain dengan nilai produksi besar walaupun hal tersebut bertentangan dengan tradisi Glastonbury.

“Memang sangat tidak Glastonbury untuk bermain dengan produksi besar-besaran, tapi kami akan menyelundupkan beberapa hal melalui gerbang belakang yang kami harap dapat membuat pengalaman ini seperti Glastonbury dalam pengaruh doping,” ujar Clayton.

Dia menambahkan, “Kami ingin meregangkan level mengenai apa saja yang dapat dilakukan pada festival ini. Kami berharap bahwa kami dapat memberikan pengalaman mengagumkan yang bereaksi sesuai dengan segala substansi yang terlibat.”

Tahun lalu, U2 membatalkan penampilan mereka di Glastonbury yang sudah dijadwalkan karena operasi punggung yang harus dilakukan Bono.

Luky Annash: Pianis, Penyanyi, Pencipta Lagu Pendatang Baru Merilis Album Debut


Jakarta - Pianis, penyanyi, pencipta lagu pendatang baru asal Jakarta, Luky Annash pada tanggal 27 April kemarin merilis album debutnya yang bertitel 180.

Album 180 yang berisi 11 lagu dan dirilis oleh label rekaman Demajors ini Luky menceritakan perjalanan kehidupan seseorang yang mengharuskan dirinya mengeksplorasi, mengevaluasi, dan menyeimbangkan, bukan dengan dunia luar namun dengan dunianya sendiri, yang ia tuangkan ke dalam 11 lagu ciptaannya sendiri.

Tema yang diangkat Luky di album perdananya ini, menurut rilis pers yang diterima Rolling Stone, banyak berkaitan dengan karakter-karakter yang bertentangan didalam diri seseorang. Single pertama dari album ini berjudul ”Bahasa.”

Mulai dari perjuangan menuju kebahagiaan, harga diri yang terinjak, kekuasaan, keluarga, pertemanan, hingga perasaan menanggapi kematian.

Judul 180 diambil olehnya karena mewakili alur cerita yang terjadi selama perjalanan tersebut, dimana keadaan dapat berbalik 180 dalam seketika.

Luky telah bermain piano sejak umur 12 tahun, kebetulan latar belakang keluarganya juga cukup musikal. Dua orang kakak kandungnya telah eksis lebih dulu bersama The Brandals. Mereka adalah Eka Annash dan Rully Annash (vokalis dan drummer The Brandals).

Luky mengawali gairahnya di musik diawali perkenalannya dengan musik klasik dan berkembang mengeksplorasi musik-musik rock tahun 90-an seperti Nirvana, Tori Amos untuk mengejar kebebasan bermusik dan tidak hanya terpaku kepada karya-karya klasik seperti Mozart dan komponis klasik lainnya.

Pengaruh musiknya sendiri sangatlah beragam, mulai dari Tori Amos, Kate Bush, Harry Nilsson, Bjork, hingga Slayer dan Motorhead.

Dhisa, Penyanyi Pendatang Baru Merilis Album Debut


Jakarta - Penyanyi pendatang baru Dhisa melangsungkan pesta rilis album perdananya, First Journey, di Rolling Stone Caf, Jakarta pada hari Kamis (28/4) petang kemarin.

Di acara ini terlihat wajah musisi-musisi kawakan seperti Idang Rasjidi dan Yovie Widianto yang juga turut berkontribusi di dalam pembuatan album debut penyanyi yang bernama lengkap Andhisa Paramitha Putri Raharjo ini.

Sebelum konferensi pers dilangsungkan, Dhisa sempat memamerkan beberapa lagu dari albumnya. Di lagu kedua Dhisa mengundang sang mentornya dalam bermusik yaitu Idang Rasjidi, dan memainkan lagu “Ada-Ada Saja.”

Setelah selesai musisi jazz veteran ini memberikan sedikit pesan untuk anak didiknya, “Dhisa adalah penyanyi yang memiliki warna tersendiri, saya yakin Dhisa akan terus berkembang. Janganlah menjadi selebritis, jadilah seorang seniman,” ujar Idang Rasjidi.

Dhisa pun mengutarakan kekaguman dan perasaannya kepada Idang Rasjidi ketika ditanya kesan dan pesannya bisa bekerja sama dengan sang pianis kawakan tersebut dalam pembuatan albumya. “Sebuah anugerah bisa bekerjasama dengan om Idang Rasjidi, pengalaman yang tidak akan saya lupakan,” ujarnya.

Yang menarik lagi adalah single pertama Dhisa yang berjudul “Cintaku Kamu” diciptakan oleh Yovie Widianto, composer/arranger bertangan dingin khususnya untuk lagu-lagu pop bertemakan cinta.

Pada saat konferensi pers Yovie sempat berbagi cerita proses ia dan Dhisa bekerjasama dalam pembuatan lagu tersebut. “Saya dan Disha berkolaborasi dalam proses pembuatan lagu ini, Disha banyak bercerita kepada saya dan saya mencoba menginterpretasikannya dengan cara saya,” ujar Yovie.

Ia pun menambahkan, “Latihan dan latihan adalah yang terpenting, kualitas akan terbentuk dari konsistensi seorang musisi, dan teruslah berkarya.”

Setelah konferensi pers Yovie dan Disha di daulat untuk memainkan sebuah lagu bersama, lalu Disha pun melanjutkan membawakan lagi lagu-lagu yang ada di album debutnya, First Journey, Nampaknya perjalanan pertama di karir musik Dhisa akan menjadi sebuah perjalanan yang sangat panjang.

BAND ASAL KOTA PONTIANAK


BAND ASAL KOTA PONTIANAK :

-LAST FREEDOM
-BEATDOWN
-MERAH KUNING IJAU
-MORNING MIST
-SUKARAME
-VOLGOMIT
-NEMONIC HEROES
-STAND UP KIDS
-BALTERA
-PUCUK UBI
-FOR PEOPLE
-PRETTY RIOT
-RESOLVE
-COME STRIKE
-PONTIANAK FLAMES
-MOST FIGHT
-DEATH TERROR
-DEATH OF GLORY
-LITTLE FACE
-SMILE FROM HELL
-BORN COME BACK
-MANDAU

Pasang Surut Industri Musik Indonesia


Jakarta - Sebagai pemain gitar dari band yang tengah populer, Eross Candra banyak dikelilingi oleh penggemar cewek. Dan dia tahu betul bagaimana membangun koneksi antara proses kreatif sebagai musisi dengan belasan wajah cantik yang selalu mengerubutinya hampir setiap hari.

Sebuah hubungan timbal balik yang memberikan inspirasi lahirnya “Sephia”, salah satu hit yang melambungkan nama Sheila On 7 sebagai salah satu band pop paling diperhitungkan saat itu, 2000.

Tema sentral lagu ini mengisahkan seorang pria yang berpacaran dengan beberapa perempuan sekaligus. “Idenya dari aku karena punya banyak, he-he-he,” ungkap Eross tentang lagu yang semula berjudul “Sophia”, diambil dari nama merk televisi di sebuah hotel saat melakukan serangkaian tur. Sekadar mengingatkan Anda, lagu tersebut terdapat dalam album Kisah Klasik Untuk Masa Depan yang penjualannya berhasil menembus angka di atas dua juta keping.

Namun mereka tidak mereguk madu sukses itu sendirian. Penjualan album di atas angka satu juta keping juga dicapai oleh album Ningrat milik Jamrud, band rock dari Cimahi yang dimotori pemain gitar Aziz Mangasi Siagian dan pemain bas Ricky.

Bahkan jika diakumulasi dengan penjualannya yang terus bergerak hingga kini, “Total penjualan Ningrat bisa mencapai 1,5 juta keping,” kata Log Zhelebour, produser sekaligus pemilik Logiss Records. Album ini merupakan gebrakan Jamrud setelah tahun sebelumnya tertimpa musibah. Dua personelnya, gitaris Fitrah Alamsyah dan pemain drum Sandy Handoko, meninggal pada tahun yang sama. Alih-alih vakum dari kegiatan, Jamrud malah menghasilkan album baru yang meledak.

Langkah Sheila On 7 sebagai rising star sebenarnya sudah tercium ketika merilis album debut self-titled pada 1999 yang terjual 900.000 keping. Pada 2001, album ketiga 07 Des kembali menyedot perhatian meski tak selaris album kedua. Pihak Sony Music Indonesia menyebut angka 1,1 juta keping untuk penjualan fisik album 07 Des.

Rupanya ketika itu pasar mulai terpecah dengan kemunculan album kedua Padi, Sesuatu Yang Tertunda, yang berhasil terjual hingga 1,6 juta keping. Ini merupakan sukses lanjutan band asal Surabaya itu setelah album debut mereka melejitkan hits “Mahadewi” serta “Sobat”, bonus track yang diambil dari album kompilasi Indie Ten.

Deretan musisi yang albumnya terjual di atas satu juta keping bisa bertambah panjang. Namun satu hal jelas, meski nama-nama baru terus bermunculan, angka penjualan fisik saat itu tetap mampu bertahan di atas angka satu juta. Salah satu penyebabnya adalah pencapaian artistik masing-masing band yang berbeda satu sama lain. Masing-masing memiliki ciri khas.

Warna vokal Duta nan khas mampu memberi roh pada setiap lagu yang ia bawakan. Perhatikan pula tema selingkuh dalam “Sobat” milik Padi yang tetap disuarakan lewat sudut pandang lelaki jantan. Sound gitar Piyu turut memberi aksen bahwa mereka tak ingin bercengeng-cengeng. Demikian pula karakter cadas yang menyembur dari setiap lagu Jamrud. Musiknya tidak banyak menawarkan ornamen, namun terdengar simpel dan tegas. Mungkin karena itu corak permainan drum Herman dianggap lebih pas ketimbang Budhy Haryono, pemain drum yang pernah memperkuat formasi band tersebut ketika masih bernama Jam Rock.

“Budhy itu bagus tapi karakter pukulannya terlalu banyak bunga. Jamrud membutuhkan pemain drum yang bermain sederhana namun keras. Herman cocok untuk itu,” kata Aziz ketika mencoba membandingkan kedua pemain drum tersebut.

Pencitraan seperti itulah yang kini sulit ditemukan pada puluhan bahkan ratusan band baru yang setiap saat terus bermunculan. Sekali-kali cobalah Anda bangun pagi hari dan nonton program musik yang terdapat di hampir setiap stasiun televisi seperti Inbox, Dering, Dahsyat dan lain sebagainya. Di sana selalu muncul wajah baru. Jika merasa bingung dengan nama-nama band yang tengah beraksi saat itu, Anda tidak perlu minder karena bukan satu-satunya pemirsa yang kebingungan.

Kisah sukses Sheila On 7, Padi, mau pun Jamrud seperti membangunkan mimpi di kalangan anak muda untuk ramai-ramai melirik industri musik sebagai sektor formal yang sanggup menjanjikan harapan. Status sebagai musisi tiba-tiba saja menjadi terdengar mentereng. Band baru terus bermunculan. Sebagian mengikuti sukses nama-nama di atas, sebagian lagi tidak jelas juntrungannya karena lemah dalam motivasi, karena semata-mata tergoda booming sukses tersebut. Yang terakhir inilah tipikal musisi korban ambisi para orang tua yang menginginkan anak-anaknya terkenal, punya banyak uang, muncul di layar televisi dan menjadi buruan media massa.

Investasi ratusan juta perak untuk mengantar sang anak, yang sebenarnya tak cukup punya bakat, bukan lagi persoalan besar. Seorang produser yang kerap berhasil mengorbitkan pendatang baru bercerita bagaimana dirinya sering didatangi oleh para orang tua dengan membawa segepok uang sembari meminta agar anaknya dibuatkan album rekaman. “Yang penting anak saya bisa masuk televisi,” katanya.

Akan tetapi euforia atas tren penjualan album sejuta keping tak mampu menahan merosotnya jumlah penjualan fisik dari tahun ke tahun. Catatan dari ASIRI memperlihatkan pada tahun 2000 produksi legal mencapai 52, 502,569 dan produk ilegal 240,084,555, sementara pada 2001 pada saat Padi mengharu biru dengan Sesuatu Yang Tertunda, omset produk legal sebenar-nya sudah menurun hingga mencapai 44,031,698 dan produk ilegal meningkat jadi 290,813,051. Berbagai strategi pemasaran yang cermat dari para label sepertinya tak berdaya menghadapi perilaku culas pembajak.

Bulan September 2004 industri musik memperlihatkan gairah baru dengan masuknya era RBT (ringback tone) yang khusus menyasar pangsa pasar pengguna ponsel. Adalah Telkomsel yang pertama memperkenalkan bentuik baru ini dengan menggandeng Sony BMG Music Indonesia. “Kami adalah pionir dalam bisnis RBT saat itu. RBT tidak dibajak,” ujar Jan Djuhana, Senior A&R Director Sony Music Entertainment Indonesia.

Booming bisnis RBT yang dipelopori Telkomsel akhirnya menjadi hiruk pikuk dengan bermunculannya para pemain baru yang tak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Mereka antara lain ialah Indosat, Excelcomindo Pratama, Bakrie Telekom, Mobile 8 dan banyak lagi. Salah satu band yang melejit penjualan RBT-nya adalah Vagetoz dari Sony Music. Lagu-lagu band asal Sukabumi, Jawa Barat, itu didownload hingga delapan juta hit. “RBT Hijau Daun sampai sekarang bahkan sudah mencapai 10 juta,” tambah Jan Djuhana lagi.

Jumlah yang kurang lebih sama diperoleh band Armada, seperti diungkap oleh Rahayu Kertawiguna, pendiri Nagaswara Records. Sayang, Logiss Records, label yang membawahi Jamrud, Power Metal dan Kobe, terlambat merespons bisnis yang menjadi primadona ini. Buktinya, tak semua produk Logiss mencantumkan kode RBT di sampul belakang seperti yang umumnya produk yang banyak beredar.

“Pertama waktu itu aku sibuk tur sehingga tidak sempat mengurus RBT. Kedua, musik rock itu berapa sih jumlah pengunduhnya? Kalau sekarang aku pasang iklan RBT di televisi, itu karena ‘partisipasi’ saja, he-he-he,” kata Log. Sikap tak terlalu menggubris pesona RBT juga diperlihatkan Romulo Radjadin alias Lilo, pemain gitar KLa Project. Dalam jumpa pers peluncuran album baru Exellentia, ia menegaskan bahwa KLa Project tetap menjual album. RBT bagi mereka hanyalah sampingan.

Dengan serta merta booming RBT ini segera mempengaruhi perilaku konsumen musik. Mereka makin tidak tertarik membeli album fisik dan memilih ramai-ramai berlangganan RBT yang dianggap dapat lebih menghemat uang jajan. Sebagai contoh, pengguna kartu produk Telkomsel cukup merogoh Rp 9.000 perlagu perbulan. Bandingkan dengan harga satu album fisik yang berkisar antara Rp 25.000 hingga Rp 60.000.

Itu belum termasuk biaya transportasi si konsumen yang mendapat album yang diinginkan. RBT menjelma sebagai penyelamat roda industri musik yang semakin lunglai karena gempuran pembajak. Apalagi para operator akhirnya menawarkan varian dari bisnis konten musik ini seperti ring tone, truetone sampai full track download (FTD).

Namun di samping sebagai penyelamat, mengelembungnya bisnis RBT sebenarnya turut andil dalam menenggelamkan eksistensi bisnis fisik itu sendiri. Lihat saja, sebagian musisi makin malas bikin album penuh karena di samping telah terjadi perubahan perilaku pasar yang ditingkahi oleh merosotnya daya beli masyarakat, impian untuk membuat rekaman album sudah tidak lagi dianggap rasional.

Sekarang cukup dengan satu lagu, tanpa ada keharusan merilis bentuk fisik, keuntungan finansial telah melambai-lambai di depan mata. Akibatnya musisi, dengan restu para label, ramai-ramai merekam single. Album penuh yang seringkali merupakan representasi pencapaian artistik tidak lagi mendapat kedudukan terhormat. Jadi, ulah pembajak bukan lagi momok tunggal industri musik yang menggiring pada kebangkrutan.

Gitaris Indonesia Mendukung Gerakan 1000 Gitar Untuk Indonesia


Jakarta - ”Ini sebuah ide yang sangat bagus. Saya selalu siap untuk acara amal. Apalagi ini dengan membawa nuansa gitar. Saya siap mendukung penuh,” kata gitaris legendaris Ian Antono.

Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Eet Syahranie, mantan gitaris God Bless dan saat ini masih memperkuat Edane. Eet kami pilih sebagai sosok kedua yang tampil di iklan 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia setelah Ian Antono. Kali ini gitaris rock mumpuni ini berfoto bersama adik-adik dari Sekolah Cikal.

”Bayangkan dari 1000 anak yang akan mendapat gitar dari kegiatan amal ini nantinya akan menjadi musisi besar di Indonesia. Tentu saya akan senang melihat mereka nanti,” ujar Eet yang baru saja merilis album bertajuk Edan (2011) dibawah bendera Logiss Records.

Selain Ian Antono dan Eet Syahranie kami juga melibatkan 2o gitaris lain. Bahkan secara istimewa 20 gitaris ini kami jadikan sebagai cover story di edisi Mei 2011. Kami selalu memiliki tradisi saat ulang tahun, menjadikan musisi Indonesia sebagai cover story di Rolling Stone Indonesia. Mereka yang pernah muncul di cover story Rolling Stone Indonesia saat kami ulang tahun sebelumnya adalah Iwan Fals (2007), Editor’s Choice Awards (2008), God Bless (2009) dan Padi (2010).

Sebanyak 20 gitaris itu adalah Andra Ramadhan (Dewa 19 & Andra & The Backbone), Ridho & Abdee (Slank), Baron (Soulmate), Boris (The Flowers), Satrio (Alexa), Ovy (/rif), Dewa Budjana (Gigi), Irfan (Samsons), Cella (Kotak), Gugun (Gugun & Blues Shelter), Rama & Ariel (Nidji), Ernest & Edwin (Cokelat), Adrian Adioetomo, Stevie Item (Andra & The Backbone), Didit Saad (Plastik), Baim (The Dance Company) dan John Paul Ivan.

Berikut adalah pendapat mereka tentang gerakan 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia dari Rolling Stone Indonesia:

DEWA BUDJANA (GIGI & TRISUM)

“Pemusik mungkin adalah sosok yang sangat peduli sosial. Kalau ada musibah atau bencana, pemusik tanpa pikir panjang langsung turun tangan mengumpulkan dana dengan berbagai cara. Tulus dan ikhlas. Ketika Rolling Stone Indonesia bikin Gerakan 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia, kami para pemusik terutama gitaris tanpa banyak tanya langsung memberikan kontribusi. Ini sebuah gerakan yang pantas dipuji karena ada niat untuk memajukan musik Indonesia.”

ANDRA RAMADHAN (DEWA19 & ANDRA & THE BACKBONE)

”Ketika mendengar Gerakan 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia ini saya teringat jaman ketika pertama kali ingin bermain gitar dulu. Saya setuju dan mendukung gerakan mulia ini. Dengan pembagian gitar ini paling tidak bisa memicu dan memotivasi anak anak tak mampu ini untuk bermain musik dengan baik.”

RIDHO HAFIEDZ (SLANK)

“Gitar adalah instrumen musik yang massal. Sangat memasyarakat. Praktis. Mudah dibawa dan dimainkan kapan saja. Makanya sejak kecil saya sudah menaruh minta untuk bermain gitar.” ungkap Mohammad Ridwan Hafiedz. Ridho Hafiedz mengaku terpanggil untuk mendukung Gerakan 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia yang dicanangkan Rolling Stone. ”Itu sebuah niat yang baik yang harus didukung. Begitu banyak anak Indonesia yang memiliki bakat musik tapi tak memiliki sarana.”

SATRIO (ALEXA)

Bagi gitaris Alexa Satrio Gerakan 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia yang digagas Rolling Stone Indonesia ini harus didukung, entah dari masyarakat maupun para pemusik itu sendiri. ”Ini sebuah ide yang bagus yang menggabungkan konsep amal dan konsep pendidikan” ungkap pemilik nama lengkap Nur Satriatama Moersid. Menurut Satrio belakangan ini para pemusik muda bisa meraup pendidikan musik melalui banyak fasilitas antara lain seperti yang bisa diakses melalui internet. ”Pendidikan musik pada akhirnya memang tak harus melalui jalur formal saja,“ ungkap Satrio yang pernah menjadi gitaris kelompok Maliq N D’Essentials.

OVY (/rif)

“Saya mendukung Gerakan 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia. Ini ide yang baik dan harus didukung penuh. Karena bermusik itu justru untuk berbagai lapisan masyarakat. Setidaknya merupakan ajang motivasi bagi anak-anak yang berbakat musik tapi tidak memiliki sarana dan penyaluran.”

BORIS (THE FLOWERS)

”Wah ini ide unik, biasanya orang memberikan beasiswa musik atau semacamnya. Tapi yang ini malah bagi bagi gitar yang juga mengajak para pemusik terutama gitaris untuk ikut terlibat. Saya berharap semoga gerakan sosial bagi bagi gitar ini bisa pula menghasilkan karya-karya musik yang nggak instan. Bisa lebih dalam lagi. Banyak lho anak Indonesia berbakat musik tapi justeru tak memiliki sarana.”

BARON (SOULMATE)

“Saya senang dan terharu mendengar Rolling Stone berinisiatif melakukan gerakan Gerakan 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia. Menurut saya orang Indonesia itu memang sangat musikal. Dimana-mana orang mendengar musik dan bermain musik. Pemberian gitar ini ibarat memberi bensin kepada anak-anak Indonesia, mereka siap aktif bermusik tentunya.”

ARIEL (NIDJI)

“Gerakan 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia ini merupakan event yang berguna bagi anak-anak tak mampu termasuk anak jalanan yang sering terlihat ngamen di pinggir jalan maupun di dalam bis. Ini sebuah kepedulian sosial yang mesti di-support penuh. Dengan memiliki instrumen musik seperti gitar maka mereka bisa mengekspresikan bakat musik mereka secara kontinu.”

RAMA (NIDJI)

Di usia seperti itu musik memang sangat cepat merasuk dalam diri seorang anak. Apalagi jika mereka diberi gitar, tentunya akan memotivasi diri mereka untuk bermain musik secara maksimal. Moga-moga gerakan 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia ini bisa mempunyai dampak positif.”

GUGUN (GUGUN & BLUES SHELTER)

Gugun menilai gagasan Gerakan 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia ini sebagai sebuah gerakan pengentasan sosial yang bagus, apalagi dengan mengambil idiom musik. "Setahu saya banyak anak Indonesia yang memiliki bakat musik luar biasa tapi jadi tenggelam karena tidak mampu menyediakan sarana seperti memiliki gitar misalnya. Semoga gerakan ini yang juga melibatkan para gitaris menjadi gerakan mendeteksi bakat musik juga,” tukas Gugun.

IRFAN (SAMSONS)

Bagi Irfan Samsons, berkarir di dunia musik harus ditopang pula dengan pondasi lainnya. ”Selain berkiprah sebagai pemusik dengan bermain gitar dan menulis lagu saya juga menekuni bisnis. Antara musik dan bisnis bagi saya semacam simbiose mutualisme. Musik itu sendiri bagi saya merupakan sebuah bentuk aktualisasi diri yang senantiasa menuntut sebuah progress. Ketika mendengar Gerakan 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia yang digagas Rolling Stone Indonesia saya merasa perlu mendukung gerakan semacam ini. Pemberian gitar paling tidak merupakan trigger yang akan memotivasi anak-anak berbakat itu untuk bisa mengembangkannya ke fase yang lebih serius lagi”

CELLA (KOTAK)

“Saya sangat mendukung Gerakan 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia ini. Karena saya jadi teringat dengan pengalaman saya saat memutuskan diri untuk hidup dari musik. Penuh perjuangan yang keras dan tentunya pengorbanan” ujar Cella gitaris kelompok Kotak ini. Musik menurut Cella, akhirnya merupakan pilihan hidupnya. Cella sampai nekat minggat dari Banyuwangi ke Jakarta karena berhasrat ingin mencari peruntungan dari bermain musik. ”Orangtua saya bohongi bahwa saya kerja di Jakarta. Padahal sehari-hari selama 2 tahun saya berjualan koran di pinggir jalan dan jaga studio musik. Saya rela melakukannnya demi obsesi menjadi pemusik,“ tutur Cella tentang ikhwal keberadaannya di Jakarta.

EDWIN (COKELAT)

“Saya rasa apa yang dilakukan Rolling Stone Indonesia dengan Gerakan 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia adalah tepat. Di Indonesia sendiri memang banyak bakat bakat musik. Sayangnya banyak juga yang justeru tak tersalurkan dengan baik karena minimnya sarana pendukung, misalnya karena tak memiliki gitar sama sekali” tukas Edwin yang juga ikut tergabung dalam proyek kolaborasi Konspirasi.

ERNEST (COKELAT)

Ketika mendengar gagasan Rolling Stone untuk melakukan Gerakan 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia yang akan membagi-bagikan gitar kepada anak-anak tak mampu tapi memilki bakat musik, Ernest Syarif gitaris Cokelat tersentak. ”Ingatan saya balik ke masa kecil saya, yang ingin bermain gitar tetapi untuk mendapatkan instrumen musik tersebut ternyata tidaklah mudah. Jadi saya pikir gagasan ini sungguh cemerlang, bagus dan harus kita dukung sepenuhnya” ujar Ernest yang belakangan ini disibukkan dengan proyek musik diluar Cokelat yaitu band kolaborasi bernama Royal Ego.

ADRIAN ADIOETOMO

Tak banyak pemusik blues di Indonesia yang memainkan Delta Blues dengan segala kekunoannya itu. Satu diantaranya adalah Adrian Adioetomo yang mendendangkan blues lewat petikan dobronya yang mistis itu. ”Bagi anak kecil yang menggemari musik, memiliki gitar itu adalah segalanya. Mereka bisa menjadi obsesif ingin memiliki. Ini juga saya alami dulu. Saya pengen punya gitar tapi tidak dikasih sama orang tua. Akhirnya saya tetap menginginkan gitar idaman saya ada ditangan saya. Lalu saya menabung. Uang jajan saya tak pernah saya belanjain. Saya lalu membeli gitar bekas milik teman saya sewaktu di SMP,” tutur Adrian Adioetomo yang pernah mendukung album Kidnap Katrina pada dekade ’90-an silam.

STEVIE ITEM (ANDRA & THE BACKBONE & DEAD SQUAD)

“Saya salut dengan Gerakan 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia ini. Ini berarti Rolling Stone Indonesia cukup jeli melihat permasalahan sehari-hari. Kini semakin banyak anak muda yang ingin ngeband. Sebagian dengan niat ingin memperbaiki kehidupan ekonomi. Sebagian ingin mengaktualisasikan diri. Tapi banyak juga yang tak mampu untuk beli gitar. Gitar kan alat musik yang mudah dimainkan dan sangat praktis,” tutur Tepi.

DIDIT SAAD (PLASTIK)

Gerakan 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia yang digagas Rolling Stone Indonesia merupakan hal yang tepat sasaran. ”Memperkenalkan musik memang lebih tepat pada masa anak-anak sedang tumbuh. Untuk yang memang memiliki bakat musik, dengan adanya instrumen gitar tentunya akan lebih memotivasi mereka berkarya dalam musik,” ungkap Didit lagi.

ABDEE NEGARA (SLANK)

“Musik di Indonesia sangat menarik. Tumbuh dengan skala besar. Musik disini tumbuh bersama komunitas. Segala macam genre tumbuh subur. Sangat musikal. Jika kenyataan ini dipadankan dengan Gerakan 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia, maka saya beranggapan gerakan sosial ini tepat sasaran. Apalagi jika mengingat bahwa music is a healer. Musik seperti penyembuh. Disaat tekanan hidup mendera, maka musik pun menjadi tempat berpaling. Begitu banyak kita lihat anak jalanan yang terlantar kehidupannya. Terlunta-lunta. Menjadi pengemis hingga pengamen. Tapi dengan musik pasti ada sesuatu yang berubah. Lewat pemberian gitar ini adalah salah satu wujud konkritnya. Maka saya sangat setuju dan mendukung gerakan ini,” ujar Abdee Negara gitaris Slank sejak tahun 1996 ini.

JOHN PAUL IVAN

John Paul Ivan pun sangat mendukung adanya Gerakan 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia.”Ini adalah gerakan yang sepatutnya harus kita dukung terutama karena didalamnya terkandung semangat melestarikan musik dengan menggunakan gitar sebagai ikon,” ujar John Paul Ivan .


BAIM (THE DANCE COMPANY)

Lalu apa komentar Baim tentang Gerakan 1000 Gitar Untuk Anak Indonesia? “Wah saya sangat setuju sekali. Pemberian gitar terasa lebih efektif dibandingkan dengan memberikan sejumlah uang santunan. Karena dengan adanya gitar, anak-anak yang terlantar dan kurang mampu secara ekonomi itu bisa menggali bakatnya dalam bermain musik,“ tukas Baim yang kini tergabung dalam The Dance Company bersama Pongki Barata, Nugie dan Ariyo Wahab.

FOTO TERBARU MAHADEWA INDONESIA









Mengapa pemerintah tidak tegas terhadap NII…?


Banyak pakar dan tokoh agama yang menyayangkan tindakan pemerintah yang terkesan lamban dan nggak tegas. Alih-alih segera merespon keresahan yang berkembang di masyarakat…malah pemerintah sok tenang dan menganggap NII bukanlah tindakan makar. Apa benar seperti itu?

Kalaupun NII belum membahayakan NKRI, namun secara ideologi sudah sangat meresahkan. Buktinya ada ribuan orang termasuk pelajar dan mahasiswa yang telah menjadi korbannya. Saya masih ingat ketika masih kuliah di UGM sekitar tahun 96 an. Ada beberapa adik kelas saya yang tiba-tiba saja menghilang dan orang tuanya pun nggak tahu kemana mau mencari. Waktu itu sebagian teman-teman yang aktif di organisasi mahasiswa mengira bahwa mereka direkrut oleh NII. Tapi apakah benar seperti itu…kita nggak bisa tahu. Sampai akhirnya booming berita NII ini.

Saya jadi ingat jamannya Pak Harto dulu. Sepertinya ideologi yang berbahaya dan meresahkan masyarakat nggak bisa berkembang seperti sekarang. Seperti ideologi teroris yang masih menancap kuat di berbagai pondok pesantren garis keras di seluruh penjuru nusantara.

Kalau pemerintah hanya memberantas tindakan teroris aja…saya yakin selamanya teroris tetap akan menancap kuat di negeri tercinta ini.

Begitu pula dengan ideologi NII. Kalau pemerintah serius ..saya yakin sangat mudah memberantas kelompok NII. Dulu sewaktu Pak Susno Duaji menjabat kapolda Jabar…sepertinya pernah diberangus kelompok NII. Bahkan sampai tingkat bupatinya ketangkap. Sehingga bisa menyelamatkan generasi muda yang dicuci otaknya oleh NII ini. Namun kenapa sekarang berkembang lagi bahkan lebih pesat…?

Sehingga beredar rumor bahwa NII di backing oleh pejabat kuat di negeri ini. Entah itu BIN atau Militer. Apa benar seperti ..kita nggak tahu.

Kalau pemerintah benar-benar ingin memberantas NII..berantaslah dari akarnya bukan hanya penangkapan setelah kejadian.